Diantara keistimewaan agama Islam dari agama lainnya adalah memiliki
bulan-bulan yang mulia. Diantara bulan-bulan tersebut adalah bulan Dzulhijah. Kesitimewaan
bulan Dzulhijah terlihat dari banyaknya ibadah-ibadah di dalamnya yang tidak
terdapat di bulan-bulan lainnya. Ketika seorang muslim bisa menjalankan
rangkaian ibadah-ibadah tersebut maka ia telah memperoleh kemuliaan dari Allah
subhanahu wata'ala.
Diantara ibadah-ibadah di bulan Dzulhiijah adalah ibadah haji, umrah,
puasa, berkurban (udhiyah), memakmurkan ibadah pada 10 hari pertama yang
disebut dengan Ayyaam Ma'luumaat ( hari-hari yang diketahui/ ditentukan)
dalam firman Allah ta'ala:
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي
أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ
"dan supaya mereka menyebut
nama Allah pada hari yang telah ditentukan". (Qs. Al-Haj : 28)
Pada kesempatan ini kita ingin tahu aktifitas ibadah apa yang dilakukan orang-orang
shalih terdahulu di 10 hari pertama Dzulhijah, semoga kita bisa mengambil
pelajaran dari mereka dan mengikuti serta mencontoh semangat mereka dalam
memakmurkan 10 hari pertama dzulhijah.
Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari Abu Utsman Al-Hindi, ia berkata :
" orang-orang shalih dahulu mengagungkan sepuluh hari yang 3 (tiga), yaitu
: sepuluh hari pertama bulan Muharram, sepuluh hari pertama Dzhulhijah, dan
sepuluh hari terakhir Ramadhan".[1]
1 – Keutamaan 10 hari
pertama Dzulhijah di mata orang-orang shalih dahulu.
@ Anas bin Malik –radhiyallahu'anhu –
berkata : " pada 10 hari pertama Dzulhijah dikatakan bahwa satu harinya berbanding
seribu hari, dan hari Arafah sebanding dengan sepuluh ribu hari (dalam
keutamaan)". [2]
@ Auza'I berkata : " saya
mendapat kabar bahwa ibadah pada 10 hari pertama Dzulhijah sebanding dengan
perang di jalan Allah sambil berpuasa dan malam harinya berjaga (ronda). Kecuali
orang yang mati syahid (lebih besar pahalanya).[3]
2 - Kesungguhan
Orang-orang Shalih dahulu di 10 hari pertama Dzulhijah.
@ Sa'id bin Jabir jika sudah tiba di
10 hari pertama Dzulhijah ia sangat bersungguh-sungguh hingga hampir tidak ada
yang mampu untuk melakukan kesungguhannya. [4]
@ Masih tentang Sa'id bin Jabir, ia
pernah berkata : " jangan padamkan lampu-lampu kalian pada malam-malam 10
hari pertama dzulhijah (menghidupkannya dengan ibadah)". Ia juga berkata
:" bangunkan pembantu-pembantu kalian untuk makan sahur puasa hari
Arafah".[5]
3 – Puasa Orang-orang
Shalih dahulu di 10 hari pertama Dzulhijah.
@ Hasan Al-Bashri – radhiyallahu'anhu –
berkata : " puasa satu hari dari sepuluh hari pertama Dzulhijah setara
dengan puasa dua bulan".[6]
@ Auza'I berkata : " saya
mendapat kabar bahwa ibadah pada 10 hari pertama Dzulhijah sebanding dengan
perang di jalan Allah sambil berpuasa dan malam harinya berjaga (ronda). Kecuali
orang yang mati syahid (lebih besar pahalanya).[7]
@ Abdullah bin Aun berkata : "
Muhammad bin Sirin berpuasa 10 hari pertama Dzulhijah semuanya, jika sudah
selesai sepuluh hari dan hari tasyrik ia tidak berpuasa Sembilan hari seperti
ia berpuasa". [8]
@ Laits bin Abu Sulaim berkata : "
Mujahid berpuasa pada 10 hari dzulhijah", lalu ia berkata : ; dan Atha'
berlebih-lebihan pada 10 hari tersebut". [9]
@ Isa bin Ali bin Abdullah bin Abbas
berpuasa pada 10 hari pertama Dzulhijah tersebut.[10]
4- Dzikir Orang-orang
Shalih dahulu pada 10 hari Dzulhijah.
@ Mujahid berkata :" Abu Hurairah
dan Ibnu Umar – radhiyallahu'anhuma- pernah keluar pada hari-hari di 10 hari
pertama Dzulhijah menuju pasar dan bertakbir di sana. Maka orang-orangpun
bertakbir. Keduanya tidak datang ke pasar keculai untuk bertakbir".[11]
@ Tsabit Al-Bannani berkata : "
Masyarakat pernah bertakbir pada 10 hari pertama Dzulhijjah hingga jama'ah haji
melarang mereka. Hal tersebut masih seperti itu di Mekah, masyarakat bertakbir
di pasar-pasar pada 10 hari pertama Dzulhijah".[12]
@ Mujahid tidak suka membaca Al-Qur'an
ketika Thawaf pada 10 hari dzulhijah dan lebih suka membaca tasbih, tahlil dan
takbir, dan tidak mengapa menurutnya membaca Al-Qur'an sebelum dan sesudah 10
hari pertama dzulhijah".[13]
@ Abu Hurairah berkata : " saya
mendengar Mujahid, dan ada seseorang yang bertakbir pada 10 hari pertama
Dzulhijah lantas Mujahid berkata : mengapa ia tidak mengeraskan suaranya;
sungguh saya pernah melihat (orang-orang shalih) bertakbir di Masjid dan
menggemparkan jama'ah yang ada di Masjid, suaranya sampai terdengar ke lembah
Abthah, dan penduduk Abthah pun kaget, padahal asalnya hanya dari satu
orang".[14]
5-Keagungan 10 Hari
Pertama Dzulhijah di Mata Orang-orang Shalih dahulu.
Orang-orang shalih dahulu sangat mengagungkan 10 hari pertama Dzulhijah;
tidak melakukan satu dosapun, sampai-sampai mereka tidak membahas hadits dhaif
atau hadits yang ada salahnya.
@ Albardza'I bercerita tentang
pertanyaannya kepada Abu Zur'ah Ar-Razi, ia berakata : " Saya pernah
bertanya keapda Abu Zur'ah tentang hadits Ibnu Abi Halah mengenai sifat
Rasulullah - shallallahu'alaihi wasalam – saat itu di 10 hari pertama
Dzulhijah, ia pun menolak membahasnya, kemudian ia berkata : " dalam hal
ini ada beberapa pendapat yang saya takutkan tidak benar" . Ketika saya berkali-kali
memintanya, ia berkata : " nanti saja setelah lewat 10 hari pertama
Dzulhijah, karena saya tidak suka berbicara tentang hal seperti ini pada
sepuluh hari ini". [15]
@ Ibnu Abi Hatim berkata : " Saya
pernah mendengar ayahku berkata : saya didatangi Yahya bin Ma'in pada sepuluh
hari pertama Dzulhijah, saat itu saya punya suatu tulisan – yaitu nama-nama
penukil atsar – dan saya bertanya kepadanya pelan-pelan, dan ia pun
menjawabnya, ketika pertanyaan saya sudah banyak, ia berkata : " kamu
punya catatannya ? saya menjawab : iya. Lalu ia mengambil tulisan itu dan
melihatnya, kemudian berkata : " jika kamu bertanya dari hafalanmu saya
akan jawab, tapi jika kamu mencatatnya saya tidak suka".[16]
Bahkan sebagian orang-orang shalih tidak mengajarkan ilmu dan tidak mengajarkan
hadits kepada murid-muridnya karena alasan 10 hari Dzulhijah. Atsram rahimahullah
berkata : " Abu Abdullah ( Ahmad bin Hanbal ) mendatangi kami pada hari
Idul Adha, ia berkata : " Abu Uwanah berkata : kami pernah mendatangi
Sa'id Al-Jariri pada sepuluh hari Dzulhijah, lantas ia berkata : "
hari-hari ini adalah hari sibuk, dan manusia punya kebutuhan dan anak Adam
menuju kejenuhannya ".[17]
Sebagian mereka jika masuk 10 hari pertama Dzulhijah seperti jama'ah
haji.
Ibnu Juraij berkata : " Abu Jarab ( Amir Mekah ) memerintahkan Atha
untuk memakai ihram pada saat hilal bulan, dan ia mengucapkan talbiyah di
hadapan kami dan ia dalam keadaan halal, dan mengeraskan talbiyah. Dahulu
penduduk Mekah dan ahli fikihnya menyukai masyarakat untuk berhenti
beraktifitas pada 10 hari pertama Dzulhijah dan menyerupai jama'ah haji".[18]
6-Berbagai Macam
Ibadah Yang Dilakukan Orang-orang Shalih Dahulu.
@ Umar bin Khatab radhiyallahu'anhu
berkata :" tidak mengapa mengqadha Ramadhan pada 10 hari pertama
Dzulhijah".[19]
@ Hasan Al-Bashri tidak suka berpuasa
sunnah sedangakan ia masih punya qadha Ramadhan kecuali pada 10 hari pertama
Dzulhijah".[20]
@ Shadaqah bin Yasar berkata : "
Saya pernah mendengar Ibnu Umar – radhiyallahu'anhuma- berkata : melakukan
Umrah pada 10 hari pertama Dzulhijah lebih aku sukai daripada umrah di sepuluh
hari berikutnya. Aku ceritakan hal ini kepada Nafi' lantas ia berkata : Iya,
Umrah pada saat itu ada kurban, ada puasa, lebih disukai daripada Umrah yang
tidak ada kurbannya dan tidak ada puasanya".[21]
@ Abdullah bin Abi Malikah berkata :
" Abdullah bin Zubair –radhiyallahu'anhuma- pernah shalat zhuhur kemudian
ia meletakkan mimbar dan duduk di atasnya selama 10 hari pertama Dzulhijah,
antara waktu zhuhur dan ashar ia mengajarkan manusia tentang ibadah haji".[22]
@ Abi Ma'in berkata : " Saya
melihat Jabir bin Zaid dan Abu Al-Aliyah, mereka Umrah di 10 hari pertama
Dzulhijah".[23]
@ Hafizh bin Asakir suka I'tikaf di 10
hari terkahir Ramadhan dan 10 hari pertama Dzulhijah".[24]
Demikianlah diantara amalan orang-orang shalih dahulu, semoga kita
diberikan taufik oleh Allah azza wajalla untuk melakukan rangkaian
ibadah-ibadah di 10 hari pertam Dzulhijah, juga di hari-hari lainnya pada
bulan-bulan lainnya sepanjang tahun sebagaimana orang-orang shalih dahulu
pernah melakukannya. Sesungguhnya merupakan kemuliaan dan kehormatan bagi kita
ketika bisa melakukan ibadah kepada Allah subahanhu wata'ala sesuai
syari'at-Nya.
وصلى
الله على نبينا محمد و على آله و أصحابه أجمعين
[1] Ad-durr Al-mantsur (8/501)
[2] Syu'abul Iman (3/358), dan Tarikh
Madinah Dimasyq – ibnu Asakir (54/239)
[5] Siyar A'lam An-Nubala (4/326)
[6] Ad-durr Al-mantsur (8/501)
[8] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (2/300)
[9] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (2/300)
[10] Al-muntazham – Ibnul
[11] Akhbar Makkah – Al-Fakihi (3/10)
[12] Akhbar Makkah – Al-Fakihi (3/10)
[13] Akhbar Makkah – Al-Fakihi (1/225)
[15] Su'alat Al-Abardza'I Liabi Zur'ah
Ar-Razi (2/550-551)
[16] Al-Jarh wat ta'dil (1/317)
[18] Akhbar Makkah – Al-Fakihi (2/335)
[19] Mushannaf
Ibnu Abi Syaibah (2/324), perkataan Ibnu Hajar – fathul baari (4/189), dan
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Umar bahwa ia menyukai hal tersebut.
[20] Mushannaf ibnu Abi Syaibah (2/305)
[21] Syarh Ma'ani Al-Atsar (2/148), Lihat :
Mushannaf ibnu Abi Syaibah (3/160)
[22] Akhbar Makkah – Al-Fakihi (3/60)
[23] Mushannaf ibnu Abi Syaibah (3/160)
[24] Tadzkiratul Huffazh (4/1332)
0 komentar:
Posting Komentar