photo BannerSpandukRamadhan2014M-1435_zpsff893af3.jpg

Minggu, 21 September 2014

Generasi Shalih Dahulu Mengisi 10 Hari Pertama Dzulhijah

Diantara keistimewaan agama Islam dari agama lainnya adalah memiliki bulan-bulan yang mulia. Diantara bulan-bulan tersebut adalah bulan Dzulhijah. Kesitimewaan bulan Dzulhijah terlihat dari banyaknya ibadah-ibadah di dalamnya yang tidak terdapat di bulan-bulan lainnya. Ketika seorang muslim bisa menjalankan rangkaian ibadah-ibadah tersebut maka ia telah memperoleh kemuliaan dari Allah subhanahu wata'ala.
Diantara ibadah-ibadah di bulan Dzulhiijah adalah ibadah haji, umrah, puasa, berkurban (udhiyah), memakmurkan ibadah pada 10 hari pertama yang disebut dengan Ayyaam Ma'luumaat ( hari-hari yang diketahui/ ditentukan) dalam firman Allah ta'ala:
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ
"dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan". (Qs. Al-Haj : 28)
Pada kesempatan ini kita ingin tahu aktifitas ibadah apa yang dilakukan orang-orang shalih terdahulu di 10 hari pertama Dzulhijah, semoga kita bisa mengambil pelajaran dari mereka dan mengikuti serta mencontoh semangat mereka dalam memakmurkan 10 hari pertama dzulhijah.
Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari Abu Utsman Al-Hindi, ia berkata : " orang-orang shalih dahulu mengagungkan sepuluh hari yang 3 (tiga), yaitu : sepuluh hari pertama bulan Muharram, sepuluh hari pertama Dzhulhijah, dan sepuluh hari terakhir Ramadhan".[1]

1 – Keutamaan 10 hari pertama Dzulhijah di mata orang-orang shalih dahulu.
@ Anas bin Malik –radhiyallahu'anhu – berkata : " pada 10 hari pertama Dzulhijah dikatakan bahwa satu harinya berbanding seribu hari, dan hari Arafah sebanding dengan sepuluh ribu hari (dalam keutamaan)". [2]
@ Auza'I berkata : " saya mendapat kabar bahwa ibadah pada 10 hari pertama Dzulhijah sebanding dengan perang di jalan Allah sambil berpuasa dan malam harinya berjaga (ronda). Kecuali orang yang mati syahid (lebih besar pahalanya).[3]
2 - Kesungguhan Orang-orang Shalih dahulu di 10 hari pertama Dzulhijah.
@ Sa'id bin Jabir jika sudah tiba di 10 hari pertama Dzulhijah ia sangat bersungguh-sungguh hingga hampir tidak ada yang mampu untuk melakukan kesungguhannya. [4]
@ Masih tentang Sa'id bin Jabir, ia pernah berkata : " jangan padamkan lampu-lampu kalian pada malam-malam 10 hari pertama dzulhijah (menghidupkannya dengan ibadah)". Ia juga berkata :" bangunkan pembantu-pembantu kalian untuk makan sahur puasa hari Arafah".[5]
3 – Puasa Orang-orang Shalih dahulu di 10 hari pertama Dzulhijah.
@ Hasan Al-Bashri – radhiyallahu'anhu – berkata : " puasa satu hari dari sepuluh hari pertama Dzulhijah setara dengan puasa dua bulan".[6]
@ Auza'I berkata : " saya mendapat kabar bahwa ibadah pada 10 hari pertama Dzulhijah sebanding dengan perang di jalan Allah sambil berpuasa dan malam harinya berjaga (ronda). Kecuali orang yang mati syahid (lebih besar pahalanya).[7]
@ Abdullah bin Aun berkata : " Muhammad bin Sirin berpuasa 10 hari pertama Dzulhijah semuanya, jika sudah selesai sepuluh hari dan hari tasyrik ia tidak berpuasa Sembilan hari seperti ia berpuasa". [8]
@ Laits bin Abu Sulaim berkata : " Mujahid berpuasa pada 10 hari dzulhijah", lalu ia berkata : ; dan Atha' berlebih-lebihan pada 10 hari tersebut". [9]
@ Isa bin Ali bin Abdullah bin Abbas berpuasa pada 10 hari pertama Dzulhijah tersebut.[10]
4- Dzikir Orang-orang Shalih dahulu pada 10 hari Dzulhijah.
@ Mujahid berkata :" Abu Hurairah dan Ibnu Umar – radhiyallahu'anhuma- pernah keluar pada hari-hari di 10 hari pertama Dzulhijah menuju pasar dan bertakbir di sana. Maka orang-orangpun bertakbir. Keduanya tidak datang ke pasar keculai untuk bertakbir".[11]
@ Tsabit Al-Bannani berkata : " Masyarakat pernah bertakbir pada 10 hari pertama Dzulhijjah hingga jama'ah haji melarang mereka. Hal tersebut masih seperti itu di Mekah, masyarakat bertakbir di pasar-pasar pada 10 hari pertama Dzulhijah".[12]
@ Mujahid tidak suka membaca Al-Qur'an ketika Thawaf pada 10 hari dzulhijah dan lebih suka membaca tasbih, tahlil dan takbir, dan tidak mengapa menurutnya membaca Al-Qur'an sebelum dan sesudah 10 hari pertama dzulhijah".[13]
@ Abu Hurairah berkata : " saya mendengar Mujahid, dan ada seseorang yang bertakbir pada 10 hari pertama Dzulhijah lantas Mujahid berkata : mengapa ia tidak mengeraskan suaranya; sungguh saya pernah melihat (orang-orang shalih) bertakbir di Masjid dan menggemparkan jama'ah yang ada di Masjid, suaranya sampai terdengar ke lembah Abthah, dan penduduk Abthah pun kaget, padahal asalnya hanya dari satu orang".[14]
5-Keagungan 10 Hari Pertama Dzulhijah di Mata Orang-orang Shalih dahulu.
Orang-orang shalih dahulu sangat mengagungkan 10 hari pertama Dzulhijah; tidak melakukan satu dosapun, sampai-sampai mereka tidak membahas hadits dhaif atau hadits yang ada salahnya.
@ Albardza'I bercerita tentang pertanyaannya kepada Abu Zur'ah Ar-Razi, ia berakata : " Saya pernah bertanya keapda Abu Zur'ah tentang hadits Ibnu Abi Halah mengenai sifat Rasulullah - shallallahu'alaihi wasalam – saat itu di 10 hari pertama Dzulhijah, ia pun menolak membahasnya, kemudian ia berkata : " dalam hal ini ada beberapa pendapat yang saya takutkan tidak benar" . Ketika saya berkali-kali memintanya, ia berkata : " nanti saja setelah lewat 10 hari pertama Dzulhijah, karena saya tidak suka berbicara tentang hal seperti ini pada sepuluh hari ini". [15]
@ Ibnu Abi Hatim berkata : " Saya pernah mendengar ayahku berkata : saya didatangi Yahya bin Ma'in pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, saat itu saya punya suatu tulisan – yaitu nama-nama penukil atsar – dan saya bertanya kepadanya pelan-pelan, dan ia pun menjawabnya, ketika pertanyaan saya sudah banyak, ia berkata : " kamu punya catatannya ? saya menjawab : iya. Lalu ia mengambil tulisan itu dan melihatnya, kemudian berkata : " jika kamu bertanya dari hafalanmu saya akan jawab, tapi jika kamu mencatatnya saya tidak suka".[16]
Bahkan sebagian orang-orang shalih tidak mengajarkan ilmu dan tidak mengajarkan hadits kepada murid-muridnya karena alasan 10 hari Dzulhijah. Atsram rahimahullah berkata : " Abu Abdullah ( Ahmad bin Hanbal ) mendatangi kami pada hari Idul Adha, ia berkata : " Abu Uwanah berkata : kami pernah mendatangi Sa'id Al-Jariri pada sepuluh hari Dzulhijah, lantas ia berkata : " hari-hari ini adalah hari sibuk, dan manusia punya kebutuhan dan anak Adam menuju kejenuhannya ".[17]
Sebagian mereka jika masuk 10 hari pertama Dzulhijah seperti jama'ah haji.
Ibnu Juraij berkata : " Abu Jarab ( Amir Mekah ) memerintahkan Atha untuk memakai ihram pada saat hilal bulan, dan ia mengucapkan talbiyah di hadapan kami dan ia dalam keadaan halal, dan mengeraskan talbiyah. Dahulu penduduk Mekah dan ahli fikihnya menyukai masyarakat untuk berhenti beraktifitas pada 10 hari pertama Dzulhijah dan menyerupai jama'ah haji".[18]
6-Berbagai Macam Ibadah Yang Dilakukan Orang-orang Shalih Dahulu.
@ Umar bin Khatab radhiyallahu'anhu berkata :" tidak mengapa mengqadha Ramadhan pada 10 hari pertama Dzulhijah".[19]
@ Hasan Al-Bashri tidak suka berpuasa sunnah sedangakan ia masih punya qadha Ramadhan kecuali pada 10 hari pertama Dzulhijah".[20]
@ Shadaqah bin Yasar berkata : " Saya pernah mendengar Ibnu Umar – radhiyallahu'anhuma- berkata : melakukan Umrah pada 10 hari pertama Dzulhijah lebih aku sukai daripada umrah di sepuluh hari berikutnya. Aku ceritakan hal ini kepada Nafi' lantas ia berkata : Iya, Umrah pada saat itu ada kurban, ada puasa, lebih disukai daripada Umrah yang tidak ada kurbannya dan tidak ada puasanya".[21]
@ Abdullah bin Abi Malikah berkata : " Abdullah bin Zubair –radhiyallahu'anhuma- pernah shalat zhuhur kemudian ia meletakkan mimbar dan duduk di atasnya selama 10 hari pertama Dzulhijah, antara waktu zhuhur dan ashar ia mengajarkan manusia tentang ibadah haji".[22]
@ Abi Ma'in berkata : " Saya melihat Jabir bin Zaid dan Abu Al-Aliyah, mereka Umrah di 10 hari pertama Dzulhijah".[23]
@ Hafizh bin Asakir suka I'tikaf di 10 hari terkahir Ramadhan dan 10 hari pertama Dzulhijah".[24]
Demikianlah diantara amalan orang-orang shalih dahulu, semoga kita diberikan taufik oleh Allah azza wajalla untuk melakukan rangkaian ibadah-ibadah di 10 hari pertam Dzulhijah, juga di hari-hari lainnya pada bulan-bulan lainnya sepanjang tahun sebagaimana orang-orang shalih dahulu pernah melakukannya. Sesungguhnya merupakan kemuliaan dan kehormatan bagi kita ketika bisa melakukan ibadah kepada Allah subahanhu wata'ala sesuai syari'at-Nya.

وصلى الله على نبينا محمد و على آله و أصحابه أجمعين




[1] Ad-durr Al-mantsur (8/501)
[2] Syu'abul Iman (3/358), dan Tarikh Madinah Dimasyq – ibnu Asakir (54/239)
[3] Syu'abul Iman (3/355)
[4] Sunan Ad-Darimi (2/41), Syu'abul Iman (3/354),
[5] Siyar A'lam An-Nubala (4/326)
[6] Ad-durr Al-mantsur (8/501)
[7] Syu'abul Iman (3/355)
[8] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (2/300)
[9] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (2/300)
[10] Al-muntazham – Ibnul
[11] Akhbar Makkah – Al-Fakihi (3/10)
[12] Akhbar Makkah – Al-Fakihi (3/10)
[13] Akhbar Makkah – Al-Fakihi (1/225)
[14] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (2/250)
[15] Su'alat Al-Abardza'I Liabi Zur'ah Ar-Razi (2/550-551)
[16] Al-Jarh wat ta'dil (1/317)
[17] Sualat Al-atsar – Imam Ahmad bin Hanbal (39)
[18] Akhbar Makkah – Al-Fakihi (2/335)
[19]  Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (2/324), perkataan Ibnu Hajar – fathul baari (4/189), dan diriwayatkan      oleh Ibnu Abi Syaibah dari Umar bahwa ia menyukai hal tersebut.
[20] Mushannaf ibnu Abi Syaibah (2/305)
[21] Syarh Ma'ani Al-Atsar (2/148), Lihat : Mushannaf ibnu Abi Syaibah (3/160)
[22] Akhbar Makkah – Al-Fakihi (3/60)
[23] Mushannaf ibnu Abi Syaibah (3/160)
[24] Tadzkiratul Huffazh (4/1332)

0 komentar:

Posting Komentar