Di nukil dari kitab "Al-Aqdul
Farid" karangan Ibnu Abdirabihi jilid 4/25, berikut salinan teksnya:
Pada suatu hari Jami' al-Mahaaribi masuk
pada Hajaj bin Yusuf - Jami'
al-Mahaaribi adalah seorang syaikh yang sholeh, penceramah ulung, cerdas dan
berbudi pekerti, beliau adalah orang yang pernah mengatakan kepada al-Hajaj
tatkala membangun kota Wasith, "Engkau membangunnya bukan di negeri
asalmu, dan akan diwarisi oleh selain keturunanmu".
Beliau menemui al-Hajaj, maka al-Hajaj mengeluh
kepadanya tentang jeleknya perangai penduduk Iraq di mana mereka juga enggan
untuk mentaatinya serta mengeluhkan buruknya pemikiran yang mereka miliki
kepada beliau.
Syaikh Jami' berkata kepadanya:
"Adapun mereka seandainya mereka mencintaimu tentu mereka akan mentaati
dirimu, bersamaan dengan itu apa urusan mereka dengan dirimu, engkau tidak ada
ikatan nasab dengan mereka, begitu juga ini bukan negerimu, tidak pula membuat
engkau merasa tenang. Buang jauh-jauh dari pikiranmu yang membuat mereka malah
bertambah jauh darimu lalu berpikirlah agar mereka bisa dekat denganmu, jadilah
orang yang suka memaafkan kepada orang yang lebih rendah darimu maka orang yang
di atasmu akan membalasnya, dan hendaklah ancaman itu selaras dengan
(perkaranya), dan berilah mereka janji yang baik".
Maka al-Hajaj menimpalinya: "Saya
tidak ada pilihan lain supaya Bani al-Lukai'ah kembali mentaatiku melainkan
dengan menggunakan pedangku ini".
Di jawab oleh syaikh Jami':
"Sesungguhnya jika pedang sudah bertemu dengan pedang, maka tidak ada lagi
pilihan".
Berkata al-Hajaj: "Pilihan pada waktu
itu diserahkan kepada Allah Ta'ala".
Beliau menjawab:
"Benar perkataanmu, namun kamu tidak tahu pada siapa Allah akan
menjatuhkan pilihanya".
Al-Hajaj menukas perkataan beliau:
"Sungguh dirimu termasuk orang yang pandai berperang, bukankah
begitu".
Beliau lantas
menjawab dengan untaian bait syair:
Al-Harb itulah
nama kami, dan kami orang yang pandai berperang
Jika kami berperang tentu dengan sebab yang
benar
Al-Hajaj berkata: "Demi Allah, sungguh
saya berkeinginan untuk mencabut lidahmu lalu saya pukul wajahmu".
Syaikh Jami'
menjawab: "Jika kami berkata jujur kami membuat kamu marah, namun jika
kami berpura-pura dan membuat kamu senang maka kami telah membuat Allah murka,
dan kemarahan pemimpin itu lebih ringan dari pada kemurkaan Allah Azza wa
jalla".
Al-Hajaj
mengatakan: "Benar (apa yang kamu katakan)", kemudian beliau pun
diam.
0 komentar:
Posting Komentar